Rabu, 09 November 2016

(RESUME) Akhlak Tasawuf BAB 2: Metode Tazkiyah al-Nafs

IDENTITAS
Nama                           : Geubrina Rizka Utami Sinaga
NIM                            : 72154060
Prodi/Sem                    : Sistem Informasi/3
Fakultas                       : Sains Dan Teknologi
Perguruan Tinggi           : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU)
Dosen Pengampu          : Dr. Ja’far, MA.
Mata Kuliah                 : Akhlak Tasawuf

TEMA                        : Epistemologi Tasawuf

BUKU 1                      : Gerbang Tasawuf (Buku Utama)
Identitas Buku           : Ja’far, (Medan: Perdana Publishing, 2016)
Sub 2 : Metode Tazkiyah al-Nafs
Kesimpulan

-         Metode Tazkiyah al-Nafs
Menurut Ja’far (39:2016), kaum sufi meyakini bahwa akal manusia masih memiliki kelemahan. Sekedar contoh, akal tidak mampu menyaksikan realitas spiritual, atau merumuskan konsep ibadah yang diinginkan Tuhan, tapi akal mampu memberikan bukti rasional bagi eksistensi Tuhan dan alam malaikat, atau merumuskan daya-daya psikologis manusia, dan membuktikan kepastian hari kiamat akan terjadi. Maka dari itu didalam epistemologi Islam dikenal dengan metode tazkiyah al-Nafs atau ‘irfani. Yaitu metode yang mampu membuat manusia untuk dapat menyaksikan realitas spiritual. Dalam epistemologi burhani, masih ditemukan jarak antara objek yang dipikirkan dengan subjek yang memikirkan, sedangkan dala epistemologi ‘irfani, tidak ditemukan jarak tersebut, karena telah terjadi persatuan antara objek yang dipikirkan dengan subjek yang memikirkan. Kisah petualangan al-Ghazali adalah gambaran penting dari keutamaan hati daripada akal.  
Pelaku yang melakukan metode tazkiyah al-nafs disebut sebagai orang-orang beruntung dan diberikan pahala serta keabadian surgawi menurut al-qur’an (Q.S. al-Syams/91:9 , Q.S. al-A’la/87:14 dan Q.S. Thaha/20:6). Dengan begitu, metode ‘irfani ialah metode yang memberikan keberuntungan dunia dan akhirat kepada penggunanya.
Metode ‘irfani ialah metode yang diterapkan oleh kaum sufi dalam islam dan mengandalkan aktivitas penyucian jiwa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan menilai bahwa ilmu hakiki hanya bisa diraih dengan cara mendekatkan diri kepada sang Maha Mengetahui, bukan dengan metode observasi atau eksperimen. Kaum sufi yang memiliki keyakinan seperti itu ialah al-Ghazali (w.1111), Ibn ‘Arabi (w.1240), Suhrawardi (w. 1191), dan Mulla Shadra (w.1640).
Karena al-Ghazali tidak puas, dan merasa gagal menemukan kebenaran dalam mazhab ahli teologi, mazhab ahli batiniah, dan mazhab kaum filsuf maka ia mencari sehingga dia menemukan mazhab kaum sufi dan metode tasawuf yang dapat diandalkan dalam menemukan kebenaran, serta menjauhkan diri dari keraguan. Bagi al-Ghazali kaum sufi itu ahli dalam menyaksikan, menyingkap berbagai rahasia ketuhanan. Dan mereka adalah manusia terbaik, bahkan al-Ghazali mengkritik bahkan meninggalkan mazhab-mazhab yang telah dipelajarinya dan mengikuti metode kaum sufi yang hanya akan meraih ilmu dan amal.
Al-Ghazali juga bahkan meninggalkan harta, tahta, dan keluarga yang dimilikinya untuk mempraktekkan semua metode kaum sufi dengan mengadakan khalwan selama 10 tahun. Menurut al-Ghazali mazhab dapat diwujudkan secara sempurna hanya dengan ilmu dan amal. Menurutnya juga, jiwa dan hati manusia menjadi rusak dan hancur jika manusia bersikap ateis dan mengikuti hawa nafsu, begitu juga sebaliknya.
Ibn al-Qayyim al-Jauziyah (w.1350) menyebut ilmu yang diraih oleh kaum sufi sebagai ‘ilm laduniyyun, yaitu ilmu yang di isyaratkan kepada ilmu yang diperoleh seorang hamba tanpa menggunakan sarana, tetapi berdasarkan ilham dari Allah dan di perkenalkan Allah kepada hamba-Nya.
Ilmu ladunni terdiri dari 2 macam yaitu dari sisi Allah dan dari sisi setan, dari segi derajat ‘ilm laduniyyun lebih berkualitas ketimbang ‘ilm al-hushuli, sebab ‘ilm al-hushuli harus di usahakan oleh manusia sedangkan ‘ilm al-hudhuri (‘ilm ladunni) diraih tanpa usaha dan merupakan pemberian lansung dari Allah SWT.

-         Kesimpulan
Kesimpulannya adalah metode tazkiyah al-nafs adalah salah satu metode penyucian jiwa atau metode ‘irfani dalam ilmu tasawuf. Metode tazkiyah al-nafs juga dapat menjadi jalan lain bagi ilmuwan muslim untuk memperoleh ilmu (ma’rifat). Metode ini sudah ada pada kaum sufi ysng selalu bersih hatinya dan tenang jiwanya.
Kaum sufi percaya bahwa akal masih memiliki kelemahan sehingga ilmu spiritual perlu di pelajari dan di terapkan pada kehidupan. Ilmu penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) diyakini mampu menutupi kelemahan metode burhani (rasional) sehingga menjadi seimbang.
Metode Tazkiyah al-Nafs ini juga punya sangkut paut dengan kisah petualangan al-Ghazali dimana dia meninggalkan mazhab kaum teolog, mazhab batiniah, dan mazhab filsafat rasional demi mazhab tasawuf yang dia rasa lebih bisa diandalkan dalam menemukan kebenaran dan menjauhkan diri dari keraguan. Keutamaan hati dari akal menjadi gambaran dari metode tazkiyah al-nafs secara keseluruhan.

BUKU 2                      : Akhlak Tasawuf (Buku Pembanding)
Identitas Buku           : Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010)
Sub 3 : Tazkiyah an-Nafs
Kesimpulan

-         Tazkiyah an-Nafs
Menurut Rosihon Anwar (209:2016), Tazkiyah an-Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia. Proses ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli. Inti dari kegiatan tasawuf ialah Tazkiyah an-Nafs. Kalangan sufi adalah orang-orang yang senantiasa menyucikan hati dan jiwa. Perwujudannya adalah rasa butuh terhadap Tuhannya.
Setiap orang yang mengingkan ilmu makrifat harus mengupayakan untuk melakukan penyerpunaan jiwa. Sebab ilmu makrifat tidak akan bisa diterima oleh manusia yang mempunyai jiwa yang kotor, ada 5 penghalang bagi jiwa dalam menangkap hakikat:
1.      Pertama, jiwa yang belum sempurna
2.      Kedua, jiwa yang dikotori perbuatan-perbuatan maksiat
3.      Ketiga, menuruti keinginan badan
4.      Keempat, penutup yang menghalangi masuknya hakikat ke dalam jiwa (taqlid)
5.      Kelima, tidak dapat berpikir logis
Dalam konteks inilah, penyempurnaan jiwa dapat dilakukan dengan tazkiyah an-nafs.

-         Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, didapati kesimpulannya ialah kesucian jiwa adalah syarat bagi masuknya hakikat-hakikat atau ilmu makrifat ke dalam jiwa, sementara jiwa yang kotor, misalnya dengan mengikuti hawa nafsu duniawi, akan membuat manusia terhijab dari Allah SWT. Tazkiyah an-Nafs dalam konsepsi tasawuf berdasar pada asumsi bahwa jiwa manusia ibarat cermin, sedangkan ilmu ibarat gambar-gambar objek materil. Kegiatan mengetahui sesungguhnya ibarat cermin yang menangkap gambar-gambar. Banyaknya gambar yang tertangkap dan jelasnya tangkapan bergantung pada kadar kebersihan cermin bersangkutan. Begitulah jiwa menangkap ilmu-ilmu termasuk ilmu makrifat.

PERBANDINGAN           :
Dari kedua buku yang telah di paparkan diatas yaitu buku pertama karangan Ja’far dijelaskan bahwa metode tazkiyah al-nafs adalah salah satu metode penyucian jiwa dalam ilmu tasawuf. Metode tazkiyah al-nafs juga dapat menjadi jalan lain bagi ilmuwan muslim untuk memperoleh ilmu (ma’rifat). Metode ini sudah ada pada kaum sufi ysng selalu bersih hatinya dan tenang jiwanya. Kaum sufi percaya bahwa akal masih memiliki kelemahan sehingga ilmu spiritual perlu di pelajari dan di terapkan pada kehidupan. Ilmu penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) diyakini mampu menutupi kelemahan metode burhani (rasional) sehingga menjadi seimbang.

Sedangkan pada buku kedua karangan Rosihon Anwar dijelaskan bahwa kesucian jiwa adalah syarat bagi masuknya hakikat-hakikat atau ilmu makrifat ke dalam jiwa manusia, sementara jiwa yang kotor, akan membuat manusia terhijab dari Allah SWT.  Keduanya buku ini memaparkan bahwa jika ingin mempunyai ilmu makrifat maka yang pertama kali kita harus lakukan adalah menyucikan jiwa kita terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar