IDENTITAS
NIM : 72154060
Prodi/Sem : Sistem
Informasi/3
Fakultas :
Sains Dan Teknologi
Perguruan Tinggi :
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU)
Dosen Pengampu :
Dr. Ja’far, MA.
Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf
TEMA : Epistemologi Tasawuf
BUKU 1 : Gerbang Tasawuf (Buku Utama)
Identitas Buku : Ja’far,
(Medan: Perdana Publishing, 2016)
Sub 2 : Metode Tazkiyah al-Nafs
Kesimpulan
-
Metode Tazkiyah al-Nafs
Menurut Ja’far (39:2016), kaum
sufi meyakini bahwa akal manusia masih memiliki kelemahan. Sekedar contoh, akal
tidak mampu menyaksikan realitas spiritual, atau merumuskan konsep ibadah yang
diinginkan Tuhan, tapi akal mampu memberikan bukti rasional bagi eksistensi
Tuhan dan alam malaikat, atau merumuskan daya-daya psikologis manusia, dan
membuktikan kepastian hari kiamat akan terjadi. Maka dari itu didalam
epistemologi Islam dikenal dengan metode tazkiyah
al-Nafs atau ‘irfani. Yaitu
metode yang mampu membuat manusia untuk dapat menyaksikan realitas spiritual.
Dalam epistemologi burhani, masih
ditemukan jarak antara objek yang dipikirkan dengan subjek yang memikirkan,
sedangkan dala epistemologi ‘irfani,
tidak ditemukan jarak tersebut, karena telah terjadi persatuan antara objek
yang dipikirkan dengan subjek yang memikirkan. Kisah petualangan al-Ghazali adalah gambaran penting dari
keutamaan hati daripada akal.
Pelaku yang melakukan metode tazkiyah al-nafs disebut sebagai
orang-orang beruntung dan diberikan pahala serta keabadian surgawi menurut
al-qur’an (Q.S. al-Syams/91:9 , Q.S. al-A’la/87:14 dan Q.S. Thaha/20:6). Dengan
begitu, metode ‘irfani ialah metode
yang memberikan keberuntungan dunia dan akhirat kepada penggunanya.
Metode ‘irfani ialah metode yang diterapkan oleh kaum sufi dalam islam dan
mengandalkan aktivitas penyucian jiwa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
dan menilai bahwa ilmu hakiki hanya bisa diraih dengan cara mendekatkan diri
kepada sang Maha Mengetahui, bukan dengan metode observasi atau eksperimen.
Kaum sufi yang memiliki keyakinan seperti itu ialah al-Ghazali (w.1111), Ibn
‘Arabi (w.1240), Suhrawardi (w. 1191), dan Mulla Shadra (w.1640).
Karena al-Ghazali tidak puas,
dan merasa gagal menemukan kebenaran dalam mazhab ahli teologi, mazhab ahli
batiniah, dan mazhab kaum filsuf maka ia mencari sehingga dia menemukan mazhab
kaum sufi dan metode tasawuf yang dapat diandalkan dalam menemukan kebenaran,
serta menjauhkan diri dari keraguan. Bagi al-Ghazali kaum sufi itu ahli dalam
menyaksikan, menyingkap berbagai rahasia ketuhanan. Dan mereka adalah manusia
terbaik, bahkan al-Ghazali mengkritik bahkan meninggalkan mazhab-mazhab yang
telah dipelajarinya dan mengikuti metode kaum sufi yang hanya akan meraih ilmu
dan amal.
Al-Ghazali juga bahkan
meninggalkan harta, tahta, dan keluarga yang dimilikinya untuk mempraktekkan
semua metode kaum sufi dengan mengadakan khalwan selama 10 tahun. Menurut
al-Ghazali mazhab dapat diwujudkan secara sempurna hanya dengan ilmu dan amal.
Menurutnya juga, jiwa dan hati manusia menjadi rusak dan hancur jika manusia
bersikap ateis dan mengikuti hawa nafsu, begitu juga sebaliknya.
Ibn al-Qayyim al-Jauziyah
(w.1350) menyebut ilmu yang diraih oleh kaum sufi sebagai ‘ilm laduniyyun,
yaitu ilmu yang di isyaratkan kepada ilmu yang diperoleh seorang hamba tanpa
menggunakan sarana, tetapi berdasarkan ilham dari Allah dan di perkenalkan
Allah kepada hamba-Nya.
Ilmu ladunni terdiri dari 2
macam yaitu dari sisi Allah dan dari sisi setan, dari segi derajat ‘ilm
laduniyyun lebih berkualitas ketimbang ‘ilm al-hushuli, sebab ‘ilm al-hushuli
harus di usahakan oleh manusia sedangkan ‘ilm al-hudhuri (‘ilm ladunni) diraih
tanpa usaha dan merupakan pemberian lansung dari Allah SWT.
-
Kesimpulan
Kesimpulannya adalah metode
tazkiyah al-nafs adalah salah satu metode penyucian jiwa atau metode ‘irfani
dalam ilmu tasawuf. Metode tazkiyah al-nafs juga dapat menjadi jalan lain bagi
ilmuwan muslim untuk memperoleh ilmu (ma’rifat). Metode ini sudah ada pada kaum
sufi ysng selalu bersih hatinya dan tenang jiwanya.
Kaum sufi percaya bahwa akal
masih memiliki kelemahan sehingga ilmu spiritual perlu di pelajari dan di
terapkan pada kehidupan. Ilmu penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) diyakini mampu
menutupi kelemahan metode burhani (rasional) sehingga menjadi seimbang.
Metode Tazkiyah al-Nafs ini
juga punya sangkut paut dengan kisah petualangan al-Ghazali dimana dia meninggalkan
mazhab kaum teolog, mazhab batiniah, dan mazhab filsafat rasional demi mazhab
tasawuf yang dia rasa lebih bisa diandalkan dalam menemukan kebenaran dan
menjauhkan diri dari keraguan. Keutamaan hati dari akal menjadi gambaran dari
metode tazkiyah al-nafs secara keseluruhan.
BUKU 2 : Akhlak Tasawuf (Buku Pembanding)
Identitas Buku : Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., (Bandung: CV Pustaka Setia,
2010)
Sub 3 : Tazkiyah an-Nafs
Kesimpulan
-
Tazkiyah
an-Nafs
Menurut Rosihon Anwar (209:2016), Tazkiyah an-Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia. Proses ini dapat
dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli. Inti dari kegiatan tasawuf
ialah Tazkiyah an-Nafs. Kalangan sufi adalah orang-orang yang senantiasa
menyucikan hati dan jiwa. Perwujudannya adalah rasa butuh terhadap Tuhannya.
Setiap orang yang mengingkan
ilmu makrifat harus mengupayakan untuk melakukan penyerpunaan jiwa. Sebab ilmu
makrifat tidak akan bisa diterima oleh manusia yang mempunyai jiwa yang kotor,
ada 5 penghalang bagi jiwa dalam menangkap hakikat:
1.
Pertama, jiwa yang belum sempurna
2.
Kedua, jiwa yang dikotori perbuatan-perbuatan maksiat
3.
Ketiga, menuruti keinginan badan
4.
Keempat, penutup yang menghalangi masuknya hakikat ke dalam jiwa (taqlid)
5.
Kelima, tidak dapat berpikir logis
Dalam konteks inilah,
penyempurnaan jiwa dapat dilakukan dengan tazkiyah
an-nafs.
-
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas,
didapati kesimpulannya ialah kesucian jiwa adalah syarat bagi masuknya
hakikat-hakikat atau ilmu makrifat ke dalam jiwa, sementara jiwa yang kotor,
misalnya dengan mengikuti hawa nafsu duniawi, akan membuat manusia terhijab dari
Allah SWT. Tazkiyah an-Nafs dalam konsepsi tasawuf berdasar pada asumsi bahwa
jiwa manusia ibarat cermin, sedangkan ilmu ibarat gambar-gambar objek materil.
Kegiatan mengetahui sesungguhnya ibarat cermin yang menangkap gambar-gambar.
Banyaknya gambar yang tertangkap dan jelasnya tangkapan bergantung pada kadar
kebersihan cermin bersangkutan. Begitulah jiwa menangkap ilmu-ilmu termasuk
ilmu makrifat.
PERBANDINGAN :
Dari kedua buku yang telah di paparkan diatas yaitu buku pertama karangan
Ja’far dijelaskan bahwa metode tazkiyah al-nafs adalah salah satu metode penyucian jiwa dalam
ilmu tasawuf. Metode tazkiyah al-nafs juga dapat menjadi jalan lain bagi
ilmuwan muslim untuk memperoleh ilmu (ma’rifat). Metode ini sudah ada pada kaum
sufi ysng selalu bersih hatinya dan tenang jiwanya. Kaum sufi percaya bahwa
akal masih memiliki kelemahan sehingga ilmu spiritual perlu di pelajari dan di
terapkan pada kehidupan. Ilmu penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) diyakini mampu
menutupi kelemahan metode burhani (rasional) sehingga menjadi seimbang.
Sedangkan pada buku kedua
karangan Rosihon Anwar dijelaskan bahwa kesucian jiwa adalah syarat bagi
masuknya hakikat-hakikat atau ilmu makrifat ke dalam jiwa manusia, sementara
jiwa yang kotor, akan membuat manusia terhijab dari Allah SWT. Keduanya buku ini memaparkan bahwa jika ingin
mempunyai ilmu makrifat maka yang pertama kali kita harus lakukan adalah
menyucikan jiwa kita terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar