IDENTITAS
NIM : 72154060
Prodi/Sem : Sistem
Informasi/3
Fakultas : Sains Dan
Teknologi
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU)
Dosen
Pengampu : Dr. Ja’far,
MA.
Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf
TEMA : Tobat (al-taubah), Warak (wara’), Zuhud (al-zuhd)
BUKU
1 : Gerbang Tasawuf (Buku Utama)
Identitas Buku : Ja’far, (Medan:
Perdana Publishing, 2016)
Sub
1 : Tobat (al-taubah)
Sub 2 : Warak (wara’)
Sub 3 : Zuhud (al-zuhd)
Kesimpulan
-
Tobat (al-taubah)
Menurut Ja’far (57:2016), tobat
dalam bahasa Indonesia, bermakna “sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yang
salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan.” Maqam tobat (al-taubah) merupakan maqam
pertama yang harus dilewati setiap salik
dan diraih dengan menjalankan ‘ibadah,mujahadah,dan riyadhah. Istilah tobat berasal dari bahasa Arab, taba, yatubu, tobatan, yang
berarti kembali.
Telah dijelaskan oleh para sufi
dalam karya-karya mereka bahwa istilah tobat diartikan sebagai berbalik dan
kembali kepada Allah dari dosa seseorang untuk mencari pengampunan-Nya. Dzun
Nun al-Mishri menegaskan bahwa tobat dibagi menjadi tiga: “tobat kaum awam (al-‘amm) yakni tobat dari dosanya
(taubah min al-zunubi), tobat orang tepilih (al-khash) yakni tobat dari kelupaannya (al-ghaflah), dan tobat para nabi yakni tobat dari kesadaran mereka
atas ketidakmampuan untuk mencapai apa yang telah dicapai orang lain.”
Menurut al-Qusyairi “tobat
adalah kembali dari sesuatu yang dicela syariat menuju kepada sesuatu yang
dipuji syariat...tobat diharuskan memenuhi tiga syarat yaitu menyesali atas
pelanggaran yang telah dibuat, meninggalkan jalan licin (kesesatan) pada saat
melakukan tobat, dan berketetapan hati untuk tidak mengulangi
pelanggaran-pelanggaran serupa.”
Menurut Nash al-Din al-Thusi,
syarat tobat adalah pengetahuan terhadap jenis-jenis amal yang akan membawa
manfaat (pahala) dan mudarat (dosa). Menurutnya, tobat terdiri atas tiga hal:
tobat yang berhubungan dengan masa lalu, tobat yang berhubungan dengan masa
kini, tobat yang berhubungan dengan masa depan.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah,
ada tiga syarat tobat : penyesalan, meninggalkan dosa yang dilakukan, dan
memperlihatkan penyesalan dan ketidakberdayaan. Menurut Ibn Qumadah, tobat
merupakan ungkapan penyesalan atas segala dosanya kepada Allah dan dosanya
kepada manusia. Menurut al-Ghazali, tobat adalah meninggalkan dosa, dan tidak
akan mungkin dapat meninggalkan dosa bila tidak mengenal macam-macam dosa,
hukum mengetahui macam-macam mengetahui macam-macam dosa itu wajib.
-
Warak (wara’)
Menurut Ja’far (62:2016), Kata
warak berasal dari bahasa Arab, wara’a, yari’u, wara’an yang bermakna
berhati-hati, tetapi dalam kamus bahasa Indonesia, warak bermakna “patuh dan
taat kepada Allah.” Di dunia tasawuf, kata warak ditandai denga kehati-hatian
dan kewaspadaan tinggi. Meskipun istilah ini tidak ditemukan dalam Alquran,
tetapi banyak hadis Nabi Muhammad Saw. menggunakan istilah warak.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah,
warak adalah menjaga diri dari perbuatan dan barang haram dan syubhat.
Menurutnya, ada tiga derajat warak, yakni menjauhi keburukan karena hendak
menjaga diri, memperbanyak kebaikan dan menjaga iman, menjaga hukum dalam
segala hal yang mubah, melepaskan diri dari kehinaan, dan menjaga diri agar
tidak melampaui hukum, dan menjauhi segala sesuatu yang mengajak kepada
perpecahan.
-
Zuhud (al-zuhd)
Menurut Ja’far (63:2016), kata
zuhud berasal dari bahasa Arab yang artinya menjauhkan diri, dan tidak
tertarik. Dalam bahasa Indonesia, zuhud berarti “perihal meninggalkan
keduniawian; pertapaan.” Meskipun isitlah ini kurang banyak digunakan dalam
Alquran, akan tetapi banyak ayat Alquran yang mengarah secara tegas kepada
makna zuhud, biasanya dapat dilihat dala penjelasan Alquran mengenai keutamaan
akhirat daripada dunia.
Para sufi memberikan banyak
penjelasan mengenai hakikat zuhud. Menurut al-Qusyairi, “zuhud adalah
meninggalkan yang haram, karena yang halal dibolehkan oleh Allah Swt... zuhud
adalah meninggalkan yang haram adalah wajib dan meninggalkan yang halal adalah
keutamaan...”
Abu Sulaiman al-Darani berkata,
“zuhud adalah meninggalkan berbagai aktivitas yang mengakibatkan jauh dari
Allah Swt.” Menurut al-Ghazali, zuhud adalah sikap tidak menyukai dunia, karena
ingin berpaling kepada akhirat. Zuhud dapat berarti berpaling dari selain Allah
unutk menuju kepada-Nya. Konsep zuhud kaum sufi klasik memang digugat oleh kaum
modernis yang menilai ajaran zuhud sebagai bidang kemunduran peradaban Islam
Modern.
-
Kesimpulan
Kesimpulan dari seluruhnya ialah tobat, warak dan
zuhud adalah sifat seorang salik untuk dapat mencapai hakikat Allah Swt yang
mana dalam ilmu tasawuf sangat berguna dan perlu dipelajari, perlu kita ingat
pada resume sebelumnya mengenai al-maqamat
bahwa tobat menurut kaum sufi ialah maqam
pertama yang wajib diperoleh setiap salik
, termasuk juga warak dan zuhud merupakan maqam-maqam yang harus dilewati salik.
Tobat, yaitu menyesali perbuatan dan berjanji kepada
Allah Swt untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Warak, yaitu sifat waspada
dan hati-hati akan sesuatu yang tidak pasti (syubhat). Memelihara diri agar
selalu senantiasa patuh dan taat kepada Allah Swt. Zuhud, yaitu suatu sifat
yang mengontrol keduniawian (tidak terlena oleh dunia) dan lebih memilih Allah
dan akhirat sebagai pedoman hidupnya.
BUKU 2 : Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Buku Pembanding)
Identitas Buku : H. Abuddin Nata, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2015)
Sub 1 : Al-Taubah
Sub 2 : Warak
Sub 3 : Zuhud (al-zuhud)
Kesimpulan
-
Al-Taubah
Menurut Abuddin Nata (198:2015), Al-Taubah berasal dari bahasa
Arab taba,yatubu,taubatan, yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud
oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai
janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang
disertai dengan melakukan amal kebajikan. Harun Nasution mengatakan “taubat
yang dimaksud sufi ialah taubat yang sebenarnya, taubat yang tidak akan membawa
kepada dosa lagi”.
Untuk mencapai taubat yang
sesungguhnya dan dirasakan diterima oleh Allah terkadang tidak dapat dicapai
satu kali saja. Ada kisah yang mengatakan bahwa seorang sufi sampai tujuh puluh
kali taubat, baru ia mencapai tingkat taubat yang sesungguhnya. Taubat yang
sebenarnya dalam paham sufisme ialah lupa pada segala hal kecuali Tuhan. Orang
yang taubat adalah orang yang cinta pada Allah, orang yang demikian senantiasa
mengadakan kontemplasi tentang Allah.
-
Warak
Menurut Abuddin Nata (199:2015), secara harfiah al-wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan
dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik.
Dan dalam pengertian sufi al-wara’ adalah meninggalkan segala yang didalamnya
terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).
Kaum sufi menyadari benar bahwa
setiap makanan, minuman, pakaian dan sebagainya yang haram dapat memberi
pengaruh bagi orang yang memakan, meminum, atau memakainya. Orang yang demikian
akan keras hatinya, sulit mendapat hidayah dan ilham dari Tuhan. Hal ini
dipahami dari hadist Nabi yang menyatakan bahwa setiap makanan yang haram yang dimakan
oleh manusia akan menyebabkan noda hitam pada hati yang lama kelamaan hati
menjadi keras. Hal ini sangat ditakuti oleh para sufi yang senantiasa
mengharapkan nur ilahi yang dipancarkan lewat hatinya yang bersih.
-
Zuhud (al-zuhud)
Menurut Abuddin Nata (194:2015), secara harfiah al-zuhud berarti
tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Sedangkan menurut Hasan
Nasution zuhud artinya “keadaan
meninggalkan dunia dan hidup kematerian”. Selanjutnya al-Qusyairi mengatakan
bahwa diantara para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan zuhud. Sebagian
ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah orang yang zuhud didalam masalah haram,
karena yang halal adalah sesuatu yang mubah dalam pandangan Allah, yaitu orang
yang diberikan nikmat berupa harta yang halal, kemudian ia bersyukur dan
meninggalkan dunia itu dengan kesadarannya sendiri. Sebagian ada pula yang
mengatakan bahwa zuhud adalah zuhud dalam yang haram sebagai suatu kewajiban.
Zuhud termasuk dalam salah satu
ajaran agama yang sangat penting untuk mengendalikan diri dari pengaruh
kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih mementingkan kebahagiaan hidup di
akhirat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan dunia yang fana dan
sepintas lalu. Sikap zuhud adalah sikap yang harus ditempuh oleh seorang calon
sufi.
Sikap ini dalam sejarah pertama
kali muncul ketika terjadi kesenjangan antara kaum yang hidup sederhana dengan
para raja yang hidup dalam kemewahan dan berbuat dosa. Muawiyah misalnya,
disebut sebagai raja Roma dan Persia yang hidup dalam kemewahan. Anaknya
bernama Yazid dikenal sebagai pemabuk. Demikian pula halnya dengan
khalifah-khalifah Bani Abbas. Al-Amin, anak Harun al-Rasyid juga dikenal dalam
sejarah sebagai orang yang kepribadiannya jauh dari kesucian, hingga ia dibenci
oleh ibunya sendiri, Zubaidah.
Sementara itu sumber lain
menyebutkan bahwa sebelum timbul hidup mewah di zaman Muawiyah dan Abbasiyah
itu telah timbul pula sikap perlombaan dan persaingan tidak sehat di zaman
Usman dan Ali. Dalam keadaan demikian ada sahabat yang tidak mau melibatkan
diri. Mereka mengasingkan diri dari persaingan tersebut. Dengan demikian maka
timbullah sikap zahid. Para zahid Kufahlah yang pertama kali memakai pakaian
kasar sebagai reaksi terhadap pakaian sutera yang dipakai golongan Muawiyah.
Mereka itu seperti Sufyan al-Tsauri (w.135 H) dan Hasan Basri (w. 110 H).
-
Kesimpulan
Kesimpulan dari seluruh penjelasan di atas adalah
tobat itu suatu kegiatan memohon ampun atas segala dosa-dosa dan berjanji tidak
akan mengulanginya lagi. Dengan cara melakukan amal kebajikan. Di buku ini juga
dijelaskan bahwa tobat yang dijalankan para sufi ialah tobat yang sebenarnya,
yaitu tobat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi. Dalam paham sufisme tobat
yang sebenarnya ialah lupa kepada segala hal kecuali Allah.
Warak dalam buku pembanding dijelaskan adalah dengan
menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi wara’ ialah menjauhi
segala hal yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dengan haram (syubhat). Kaum sufi juga percaya jika
makanan, minuman atau pakaian yang kita kenakan berasal dari yang haram maka
dapat mempengaruhi kita sendiri, kita bisa menjadi keras hati, dan susah mendapat
ilham dari Allah, kaum sufi sangat takut akan hal itu. Nah, zuhud ialah
ketidakinginan kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Lebih memilih
kehidupan di akhirat yang kekal dan abadi daripada kehidupan dunia yang fana
dan hanya sekejap saja.
PERBANDINGAN :
Dari kedua buku yang telah di
jelaskan diatas yaitu buku pertama karangan Ja’far dijelaskan bahwa tobat, warak, dan zuhud adalah sifat
seorang salik untuk dapat mencapai hakikat Allah Swt. Dalam buku Ja’far banyak
dipaparkan tentang pendapat para sufi masalah taubat, warak dan juga zuhud.
Banyak juga ayat dan hadist yang dipaparkan tentang masalah ini. Kita juga di
haruskan untuk senantiasa patuh kepada Allah, menjauhi yang haram, dan tidak
boleh berlarut-larut oleh gemerlapnya dunia.
Sedangkan pada buku pembanding (yang kedua)
karangan Abuddin Nata lebih menekankan pada pengalaman sufi tentang taubat. Dan berkata bahwa
tobat yang sesungguhnya adalah tobat yang dijalankan oleh para sufi. Pada wara’
buku ini juga membahas apa yang terjadi pada diri kita jika kita memakan atau
meminum apa yang didalamnya terdapat syubhat, yang mana pada buku Ja’far tidak
dibahas masalah itu. Pada bahasan zuhud, buku ini menjelaskan serta memberi
contoh bahwa zuhud sudah ada mulai dari zaman Usman dan Ali sampai sekarang
tetapi pada buku Ja’far itu tidak dibahas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar