Minggu, 27 November 2016

Akhlak Tasawuf : Tobat, Warak dan Zuhud (BAB 3) -RESUME-

IDENTITAS
Nama                           : Geubrina Rizka Utami Sinaga
NIM                             : 72154060
Prodi/Sem                    : Sistem Informasi/3
Fakultas                       : Sains Dan Teknologi
Perguruan Tinggi          : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU)
Dosen Pengampu         : Dr. Ja’far, MA.
Mata Kuliah                 : Akhlak Tasawuf

TEMA                         : Tobat (al-taubah), Warak (wara’), Zuhud (al-zuhd)

BUKU 1                      : Gerbang Tasawuf (Buku Utama)
Identitas Buku                        : Ja’far, (Medan: Perdana Publishing, 2016)
Sub 1 : Tobat (al-taubah)
Sub 2 : Warak (wara’)
Sub 3 : Zuhud (al-zuhd)
Kesimpulan


-          Tobat (al-taubah)
Menurut Ja’far (57:2016), tobat dalam bahasa Indonesia, bermakna “sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yang salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan.” Maqam tobat (al-taubah) merupakan maqam pertama yang harus dilewati setiap salik dan diraih dengan menjalankan ‘ibadah,mujahadah,dan riyadhah. Istilah tobat berasal dari bahasa Arab, taba, yatubu, tobatan, yang berarti kembali.
Telah dijelaskan oleh para sufi dalam karya-karya mereka bahwa istilah tobat diartikan sebagai berbalik dan kembali kepada Allah dari dosa seseorang untuk mencari pengampunan-Nya. Dzun Nun al-Mishri menegaskan bahwa tobat dibagi menjadi tiga: “tobat kaum awam (al-‘amm) yakni tobat dari dosanya (taubah min al-zunubi), tobat orang tepilih (al-khash) yakni tobat dari kelupaannya (al-ghaflah), dan tobat para nabi yakni tobat dari kesadaran mereka atas ketidakmampuan untuk mencapai apa yang telah dicapai orang lain.”
Menurut al-Qusyairi “tobat adalah kembali dari sesuatu yang dicela syariat menuju kepada sesuatu yang dipuji syariat...tobat diharuskan memenuhi tiga syarat yaitu menyesali atas pelanggaran yang telah dibuat, meninggalkan jalan licin (kesesatan) pada saat melakukan tobat, dan berketetapan hati untuk tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran serupa.”
Menurut Nash al-Din al-Thusi, syarat tobat adalah pengetahuan terhadap jenis-jenis amal yang akan membawa manfaat (pahala) dan mudarat (dosa). Menurutnya, tobat terdiri atas tiga hal: tobat yang berhubungan dengan masa lalu, tobat yang berhubungan dengan masa kini, tobat yang berhubungan dengan masa depan.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, ada tiga syarat tobat : penyesalan, meninggalkan dosa yang dilakukan, dan memperlihatkan penyesalan dan ketidakberdayaan. Menurut Ibn Qumadah, tobat merupakan ungkapan penyesalan atas segala dosanya kepada Allah dan dosanya kepada manusia. Menurut al-Ghazali, tobat adalah meninggalkan dosa, dan tidak akan mungkin dapat meninggalkan dosa bila tidak mengenal macam-macam dosa, hukum mengetahui macam-macam mengetahui macam-macam dosa itu wajib.


-          Warak (wara’)
Menurut Ja’far (62:2016), Kata warak berasal dari bahasa Arab, wara’a, yari’u, wara’an yang bermakna berhati-hati, tetapi dalam kamus bahasa Indonesia, warak bermakna “patuh dan taat kepada Allah.” Di dunia tasawuf, kata warak ditandai denga kehati-hatian dan kewaspadaan tinggi. Meskipun istilah ini tidak ditemukan dalam Alquran, tetapi banyak hadis Nabi Muhammad Saw. menggunakan istilah warak.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, warak adalah menjaga diri dari perbuatan dan barang haram dan syubhat. Menurutnya, ada tiga derajat warak, yakni menjauhi keburukan karena hendak menjaga diri, memperbanyak kebaikan dan menjaga iman, menjaga hukum dalam segala hal yang mubah, melepaskan diri dari kehinaan, dan menjaga diri agar tidak melampaui hukum, dan menjauhi segala sesuatu yang mengajak kepada perpecahan.


-          Zuhud (al-zuhd)
Menurut Ja’far (63:2016), kata zuhud berasal dari bahasa Arab yang artinya menjauhkan diri, dan tidak tertarik. Dalam bahasa Indonesia, zuhud berarti “perihal meninggalkan keduniawian; pertapaan.” Meskipun isitlah ini kurang banyak digunakan dalam Alquran, akan tetapi banyak ayat Alquran yang mengarah secara tegas kepada makna zuhud, biasanya dapat dilihat dala penjelasan Alquran mengenai keutamaan akhirat daripada dunia.
Para sufi memberikan banyak penjelasan mengenai hakikat zuhud. Menurut al-Qusyairi, “zuhud adalah meninggalkan yang haram, karena yang halal dibolehkan oleh Allah Swt... zuhud adalah meninggalkan yang haram adalah wajib dan meninggalkan yang halal adalah keutamaan...”
Abu Sulaiman al-Darani berkata, “zuhud adalah meninggalkan berbagai aktivitas yang mengakibatkan jauh dari Allah Swt.” Menurut al-Ghazali, zuhud adalah sikap tidak menyukai dunia, karena ingin berpaling kepada akhirat. Zuhud dapat berarti berpaling dari selain Allah unutk menuju kepada-Nya. Konsep zuhud kaum sufi klasik memang digugat oleh kaum modernis yang menilai ajaran zuhud sebagai bidang kemunduran peradaban Islam Modern.


-          Kesimpulan
Kesimpulan dari seluruhnya ialah tobat, warak dan zuhud adalah sifat seorang salik untuk dapat mencapai hakikat Allah Swt yang mana dalam ilmu tasawuf sangat berguna dan perlu dipelajari, perlu kita ingat pada resume sebelumnya mengenai al-maqamat bahwa tobat menurut kaum sufi ialah maqam pertama yang wajib diperoleh setiap salik , termasuk juga warak dan zuhud merupakan maqam-maqam yang harus dilewati salik.
Tobat, yaitu menyesali perbuatan dan berjanji kepada Allah Swt untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Warak, yaitu sifat waspada dan hati-hati akan sesuatu yang tidak pasti (syubhat). Memelihara diri agar selalu senantiasa patuh dan taat kepada Allah Swt. Zuhud, yaitu suatu sifat yang mengontrol keduniawian (tidak terlena oleh dunia) dan lebih memilih Allah dan akhirat sebagai pedoman hidupnya.


BUKU 2                      : Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Buku Pembanding)
Identitas Buku                                                       : H. Abuddin Nata, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015)           
Sub 1 : Al-Taubah
Sub 2 : Warak
Sub 3 : Zuhud (al-zuhud)
Kesimpulan

-          Al-Taubah
Menurut Abuddin Nata (198:2015), Al-Taubah berasal dari bahasa Arab taba,yatubu,taubatan, yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan. Harun Nasution mengatakan “taubat yang dimaksud sufi ialah taubat yang sebenarnya, taubat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi”.
Untuk mencapai taubat yang sesungguhnya dan dirasakan diterima oleh Allah terkadang tidak dapat dicapai satu kali saja. Ada kisah yang mengatakan bahwa seorang sufi sampai tujuh puluh kali taubat, baru ia mencapai tingkat taubat yang sesungguhnya. Taubat yang sebenarnya dalam paham sufisme ialah lupa pada segala hal kecuali Tuhan. Orang yang taubat adalah orang yang cinta pada Allah, orang yang demikian senantiasa mengadakan kontemplasi tentang Allah.
-          Warak
Menurut Abuddin Nata (199:2015), secara harfiah al-wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan dalam pengertian sufi al-wara’ adalah meninggalkan segala yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).
Kaum sufi menyadari benar bahwa setiap makanan, minuman, pakaian dan sebagainya yang haram dapat memberi pengaruh bagi orang yang memakan, meminum, atau memakainya. Orang yang demikian akan keras hatinya, sulit mendapat hidayah dan ilham dari Tuhan. Hal ini dipahami dari hadist Nabi yang menyatakan bahwa setiap makanan yang haram yang dimakan oleh manusia akan menyebabkan noda hitam pada hati yang lama kelamaan hati menjadi keras. Hal ini sangat ditakuti oleh para sufi yang senantiasa mengharapkan nur ilahi yang dipancarkan lewat hatinya yang bersih.

-          Zuhud (al-zuhud)
Menurut Abuddin Nata (194:2015), secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Sedangkan menurut Hasan Nasution zuhud artinya “keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian”. Selanjutnya al-Qusyairi mengatakan bahwa diantara para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan zuhud. Sebagian ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah orang yang zuhud didalam masalah haram, karena yang halal adalah sesuatu yang mubah dalam pandangan Allah, yaitu orang yang diberikan nikmat berupa harta yang halal, kemudian ia bersyukur dan meninggalkan dunia itu dengan kesadarannya sendiri. Sebagian ada pula yang mengatakan bahwa zuhud adalah zuhud dalam yang haram sebagai suatu kewajiban.
Zuhud termasuk dalam salah satu ajaran agama yang sangat penting untuk mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih mementingkan kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu. Sikap zuhud adalah sikap yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi.
Sikap ini dalam sejarah pertama kali muncul ketika terjadi kesenjangan antara kaum yang hidup sederhana dengan para raja yang hidup dalam kemewahan dan berbuat dosa. Muawiyah misalnya, disebut sebagai raja Roma dan Persia yang hidup dalam kemewahan. Anaknya bernama Yazid dikenal sebagai pemabuk. Demikian pula halnya dengan khalifah-khalifah Bani Abbas. Al-Amin, anak Harun al-Rasyid juga dikenal dalam sejarah sebagai orang yang kepribadiannya jauh dari kesucian, hingga ia dibenci oleh ibunya sendiri, Zubaidah.
Sementara itu sumber lain menyebutkan bahwa sebelum timbul hidup mewah di zaman Muawiyah dan Abbasiyah itu telah timbul pula sikap perlombaan dan persaingan tidak sehat di zaman Usman dan Ali. Dalam keadaan demikian ada sahabat yang tidak mau melibatkan diri. Mereka mengasingkan diri dari persaingan tersebut. Dengan demikian maka timbullah sikap zahid. Para zahid Kufahlah yang pertama kali memakai pakaian kasar sebagai reaksi terhadap pakaian sutera yang dipakai golongan Muawiyah. Mereka itu seperti Sufyan al-Tsauri (w.135 H) dan Hasan Basri (w. 110 H).


-          Kesimpulan
Kesimpulan dari seluruh penjelasan di atas adalah tobat itu suatu kegiatan memohon ampun atas segala dosa-dosa dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Dengan cara melakukan amal kebajikan. Di buku ini juga dijelaskan bahwa tobat yang dijalankan para sufi ialah tobat yang sebenarnya, yaitu tobat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi. Dalam paham sufisme tobat yang sebenarnya ialah lupa kepada segala hal kecuali Allah.
Warak dalam buku pembanding dijelaskan adalah dengan menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi wara’ ialah menjauhi segala hal yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dengan haram (syubhat). Kaum sufi juga percaya jika makanan, minuman atau pakaian yang kita kenakan berasal dari yang haram maka dapat mempengaruhi kita sendiri, kita bisa menjadi keras hati, dan susah mendapat ilham dari Allah, kaum sufi sangat takut akan hal itu. Nah, zuhud ialah ketidakinginan kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Lebih memilih kehidupan di akhirat yang kekal dan abadi daripada kehidupan dunia yang fana dan hanya sekejap saja.

PERBANDINGAN           :
Dari kedua buku yang telah di jelaskan diatas yaitu buku pertama karangan Ja’far dijelaskan bahwa tobat, warak, dan zuhud adalah sifat seorang salik untuk dapat mencapai hakikat Allah Swt. Dalam buku Ja’far banyak dipaparkan tentang pendapat para sufi masalah taubat, warak dan juga zuhud. Banyak juga ayat dan hadist yang dipaparkan tentang masalah ini. Kita juga di haruskan untuk senantiasa patuh kepada Allah, menjauhi yang haram, dan tidak boleh berlarut-larut oleh gemerlapnya dunia.

Sedangkan pada buku pembanding (yang kedua) karangan Abuddin Nata lebih menekankan pada pengalaman sufi tentang taubat. Dan berkata bahwa tobat yang sesungguhnya adalah tobat yang dijalankan oleh para sufi. Pada wara’ buku ini juga membahas apa yang terjadi pada diri kita jika kita memakan atau meminum apa yang didalamnya terdapat syubhat, yang mana pada buku Ja’far tidak dibahas masalah itu. Pada bahasan zuhud, buku ini menjelaskan serta memberi contoh bahwa zuhud sudah ada mulai dari zaman Usman dan Ali sampai sekarang tetapi pada buku Ja’far itu tidak dibahas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar